Bandung Jabar- PelitaSemesta.com – Pada Rabu, 22 Oktober 2025, praktisi hukum Ramadhanil S. Daulay, S.H. mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat untuk mempertanyakan perkembangan laporan aduan dugaan penggelapan dana publik tahap II tahun 2024 di Kabupaten Ciamis. Ia menilai, laporan yang telah diajukan sejak 29 September 2025 tersebut belum menunjukkan progres signifikan. Menurutnya, lambannya penanganan laporan itu menimbulkan pertanyaan serius terhadap transparansi dan komitmen aparat dalam menegakkan hukum, terlebih kasus ini menyangkut dana masyarakat yang bersumber dari keuangan publik (A.D.D) 2024.
Dalam laporan resmi ke Bidang Pengaduan Masyarakat (Dumas) Polda Jawa Barat, Ramadhanil melaporkan adanya dugaan penggelapan dana A.D.D tahun 2024. sebesar Rp 5.160.000.000. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut telah memenuhi unsur Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, yang menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Lebih jauh, Ramadhanil menilai bahwa apabila dana tersebut bersumber dari program atau keuangan negara, maka perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut menegaskan bahwa siapa pun yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara dapat diancam dengan pidana berat, termasuk penjara seumur hidup.
Namun hingga kini, laporan yang telah lengkap dengan bukti pendukung itu belum diteruskan ke Unit I Tipidkor dan masih tertahan di tingkat Kasubnit Tindak Pidana Konfusi Ditreskrimsus Polda Jabar. Kondisi ini dinilai janggal dan berpotensi mengarah pada mal administrasi, karena memperlambat proses hukum dan mengabaikan hak pelapor untuk mendapatkan kepastian hukum. Ramadhanil menilai, situasi ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 34 huruf a UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang menegaskan bahwa penundaan berlarut merupakan bentuk maladministrasi.
Menyoroti hal tersebut, Ramadhanil menuntut agar Ditreskrimsus Polda Jabar segera mengambil langkah tegas dengan mengalihkan penanganan kasus ini ke unit berwenang. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi atau pengabaian terhadap laporan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan penggunaan dana publik. “Kasus ini bukan semata soal nominal, tapi soal prinsip dan moralitas hukum. Ketika aparat diam terhadap penyimpangan kecil, maka kejahatan besar akan menjadi budaya,” ujarnya.” Ramadhanil dengan nada tegas.
Sebagai bentuk konsistensi terhadap supremasi hukum, Ramadhanil menyatakan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk melaporkan potensi pelanggaran etik ke Propam Polda Jabar dan Kompolnas apabila tidak ada perkembangan berarti. “Saya tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Hukum tidak boleh tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Polda Jabar harus membuktikan integritasnya di hadapan publik,” tutupnya. (P. Seprudin)













-
-