Padangsidimpuan- PelitaSemesta.com – Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Padangsidimpuan, Yunius Zega, SH melarang 3 orang wartawan melakukan perekaman dalam kontek wawancara di ruangannya beberapa waktu lalu.
Wawancara dimaksud terkait penetapan Kepala Desa Batang Bahal sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana ADD tahun 2021/2022 yang konon ceritanya kades Batang Bahal menarik uang pengembalian atas temuan inspektorat kota Padangsidimpuan sekitar Rp. 366 an juta.
Ketiga wartawan merasa aneh atas temuan pihak APIP / Inspektorat Kota Padangsidimpuan, apa yang dikorupsikan kepala desa pada dua tahun berturut dimaksud, sementara menurut informasi yang dihimpun pada kedua tahun tersebut anggaran dana desa kota Padangsidimpuan tidak ada yang cair disebabkan tidak ada Surat Permintaan Membayar (SPM) sehingga dana tersebut tidak cair.
Yang cair pada kedua tahun tersebut (2021 dan 2022) hanyalah dana SILTAP (Penghasilan Tetap) yang bersumber dari ADD yakni gaji untuk perangkat desa.
Dianalogikan jika gaji perangkat desa tidak cair hingga dua tahun anggaran, dipastikan akan terjadi aksi unjuk rasa dari seluruh perangkat desa se-kota Padangsidimpuan, namun tidak satupun perangkat desa yang merasa keberatan atau ribut di kedua tahun tersebut.
“Jangankan dua tahun, telat 2 hari saja orang pada nuntut jika gajinya tertahan”, jelas Erijon Damanik yang kebetulan ikut menyikapi temuan Inspektorat dan penetapan status tersangka Kades Batang Bahal.
Ingin mencaritahu tentang apa yang dikorupsi kepala desa Batang Bahal, ketiga orang wartawan masing-masing ED, AI dan MN mencoba mencoba menjumpai Kasi Intel selaku corong informasi Kejari Padangsidimpuan.
Namun saat mau masuk menemui Kasi Intel di ruangannya, salah seorang staf keamanan meminta wartawan untuk menitipkan handpone ketiga wartawan tersebut dengan alasan tidak boleh membawa handpone ke ruangan kasi Intel.
Salah seorang wartawan AI sempat menolak dengan mengatakan, “kalau tidak boleh membawa handpone bagaimana kami mau merekam sementara kami mau wawancara”?
Staf tersebut membujuk wartawan dengan kata-kata ” titip aja dulu disini bang, nanti kalau sudah ketemu Kasi Intel dibilangin aja agar handpone diambil kembali, baru Abang ambil lagi handponenya jika Kasi Intel memperbolehkannya”, jelas staf tersebut.
Di ruangan kasi Intel, ternyata ketiga wartawan tersebut dilarang merekam dan hanya diperbolehkan mencatat.
Sayangnya, setelah tak boleh merekam ternyata kasi Intel juga tak mau memparaf hasil wawancara dengan tujuan semua pernyataan kasi Intel yang dicatat dibenarkan melalui paraf ataupun tandatangan kasi Intel.
Mendengar wartawan meminta paraf atau tandatangan terhadap catatan wawancara wartawan, kasi Intel tampak sedikit emosional dengan mengatakan kalau permintaan itu akan menjebaknya.
Dikarenakan merekam dan membubuhkan tandatangan tidak diperbolehkan, maka ketiga wartawan beranjak pulang meninggalkan kasi Intel untuk seterusnya melakukan pelaporan dan/atau pengaduan ke Polres Kota Padangsidimpuan dengan tuduhan dugaan penghalang-halangan tugas jurnalistik sebagaimana diatur dalam pasal 18 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Di Polres kota Padangsidimpuan dalam membuat laporan polisi sedikit mendapat hambatan dimana pihak polres meminta laporan pengaduan tersebut dibuat dalam bentuk Dumas (Pengaduan Masyarakat) sementara wartawan meminta agar pengaduan dilakukan dalam bentuk LP (Laporan Polisi).
Tarik menarik permintaan antara Dumas dan LP berlangsung selama dua hari, yang akhirnya wartawan berinisiatif melakukan pelaporan ke Polda Sumut. (Romi).